Kemudian, setelah saling memperkenalkan anggota rombongan, obrolan dimulai dengan saling menceritakan kegiatan masing-masing. PPM menceritakan jumlah anggota yang saat ini sekitar 1600 orang dan bagaimana penyaringan anggota dilakukan, yakni setelah lulus dari kursus yang diselenggarakan PPM selama 60 jam. Prof. Abdullah juga bercerita tentang ITBM, Institut Terjemahan & Buku Malaysia, yang pendiriannya dibidani oleh PPM. PPM dan ITBM bekerja sama dalam penyelenggaraan kegiatan Anugerah Buku Terjemahan terbaik yang diadakan setiap tahun genap serta penyelenggaraan PPA secara rutin pada tahun ganjil.
Kami sendiri bercerita tentang kegiatan HPI, yakni Kompak dan berbagai pelatihan, serta TSN (Tes Sertifikasi Nasional) yang dicanangkan untuk meneruskan UKP (Ujian Kompetensi Penerjemah). Saya jelaskan sejarah UKP – sependek pengetahuan saya – yang melahirkan penerjemah tersumpah yang hanya dapat diikuti oleh penerjemah ber-KTP DKI. Penjelasan itu saya lanjutkan dengan menceritakan bahwa TSN bersifat nasional. Kami juga menceritakan perihal 5 komisariat daerah HPI di 5 provinsi.
Obrolan kemudian dilanjutkan dengan percakapan yang sifatnya lebih resmi, dipimpin oleh Prof. Abdullah. Pada dasarnya, beliau ingin agar dijalin hubungan yang lebih erat antara PPM dan HPI. Dalam waktu dekat, PPM akan mengundang HPI untuk membicarakan bentuk kerja sama yang diinginkan. Butir lain yang penting juga adalah akan disediakannya sesi atau forum khusus selama berlangsungnya PPA ke-15 di Kuala Lumpur pada 2015. Dalam sesi ini akan diundang pihak Indonesia, Brunei, dan Singapura. Yang saya tangkap dari obrolan ini adalah bahwa acaranya akan berbentuk diskusi panel yang menceritakan kegiatan dunia penerjemahan di negara masing-masing.
PPM juga berniat untuk lebih gencar mempromosikan kegiatan PPA ke-15 melalui forum HPI dan Bahtera yang telah mereka kenal. Dengan gencarnya promosi ini diharapkan lebih banyak penerjemah Indonesia dapat membentangkan kertas kerja atau menjadi pembicara di acara PPA tersebut.
Tidak terasa waktu sudah beranjak semakin larut, cangkir teh dan kopi sudah kosong, dan piring camilan yang kami suguhkan pun sudah berkurang isinya. Oh ya, karena di tempat pertemuan ini hanya tersedia kopi dan teh, kami berprakarsa untuk membawa camilan khas Bandung: aneka kripik dan makanan ringan sumbangan Bu Iim Rogayah (anggota HPI Jabar), pisang bolen sumbangan Betty, dan moci khas Cianjur sumbangan Meita. Obrolan diakhiri pada sekitar pukul 22.00 dengan saling bertukar cendera mata dan foto bersama.
Harapan kedua belah pihak semoga pertemuan tidak resmi ini berlanjut dengan kerja sama harmonis yang lebih erat. Semoga!
salam,