Lapanta Komp@k HPIÂ Tentang Tes Sertifikasi Nasional (TSN)
PDS HB Jassin TIM, 20 Oktober 2012
Acara Komp@k HPI kali ini kembali menyedot banyak perhatian dari anggota dan non-anggota HPI. Jumlah pendaftar mendekati angka 100 sampai menjelang dimulainya acara. Tak pelak lagi, ini tentu karena tema yang disajikan Komp@k kali ini merupakan tema yang sangat ditunggu-tunggu, sangat bikin penasaran, dan sangat ingin diketahui oleh kebanyakan peserta.
Hadir sebagai pembicara adalah Ketua Komite Kompetensi dan Sertifikasi (KKS) Pak Hendarto Setiadi, Ketua Panitia Penyelenggara TSN Penerjemah Ibu Emma Nababan, dan Ketua Umum HPI Pak Eddie Notowidigdo. Dimoderatori oleh Ibu Dita Wibisono, diskusi berlangsung hangat dan menarik.
Pak Hendarto menjelaskan bahwa TSN sebagai ujian kompetensi untuk penerjemah sudah diselenggarakan sejak 2 tahun yang lalu. Itu berarti, TSN yang akan diselenggarakan bulan November yang akan datang merupakan TSN yang ketiga kalinya. TSN sengaja diadakan untuk memenuhi kebutuhan akan program sertifikasi untuk penerjemah.
Boleh dibilang, penyelenggaraan TSN merupakan pengisi kekosongan setelah Ujian Kompetensi Penerjemah atau UKP tidak lagi diselenggarakan. UKP selama ini dinilai kurang maksimal dalam memberikan sertifikasi bagi penerjemah. Mengapa? Pertama, karena selama ini UKP hanya bisa diikuti oleh penerjemah yang mempunyai KTP DKI Jakarta.
Kedua, karena UKP diselenggarakan hanya untuk mereka yang ingin mendapat sertifikat sebagai penerjemah bersumpah, artinya hanya mereka yang menggeluti terjemahan bidang hukum saja dan yang ingin menjadi penerjemah bersumpah saja yang bisa mengikuti UKP dan memperoleh pengakuan sebagai penerjemah berkompetensi.
Dan ketiga, karena adanya kesalahpahaman di kalangan masyarakat umum bahwa penerjemah yang paling ahli, paling berkompetensi hanyalah penerjemah bersumpah. Padahal penerjemah bersumpah adalah mereka yang lulus sertifikasi terjemahan bidang hukum saja. Di sisi lain, sangat banyak materi terjemahan yang bukan bidang hukum dan karenanya tidak membutuhkan penerjemah bersumpah untuk mengerjakannya. Â Nah, di sinilah terjadi konflik pemahaman: penerjemah bidang non-hukum yang berkompetensi jadi dianggap tidak kompeten bila tidak/belum mengikuti UKP dan tidak/belum memiliki sertifikat penerjemah bersumpah.
TSN didesain untuk menutup kekurangan tersebut. TSN tidak hanya diselenggarakan untuk penerjemah DKI. TSN juga tidak hanya untuk mengakomodir kebutuhan sertifikasi penerjemah bersumpah bidang hukum, tapi juga penerjemah bidang-bidang lainnya yang tidak memerlukan status bersumpah.
Selanjutnya Pak Hendarto menjelaskan proses persiapan yang dilakukan oleh pihaknya dalam mempersiapkan TSN pada awalnya. Mengumpulkan informasi mengenai program sertifikasi penerjemah yang diterapkan di negara lain adalah langkah mutlak. Dalam hal ini, Pak Hendarto yang pada saat itu menjabat selaku Ketua HPI,  memperoleh informasi dari berbagai asosiasi penerjemah di luar negeri, salah satunya adalah dari FIT/IFT (Fédération Internationale des Traducteurs  atau International Federation of Translators). Dari informasi yang dikumpulkan tersebut disimpulkan bahwa penyelenggara ujian sertifikasi biasanya dikakukan (1) universitas (biasanya bagi orang-orang), atau (2) negara/pemerintah (untuk keperluan memperoleh aspek legalitas), atau (3) organisasi profesi (untuk penerjemah berpengalaman yang membutuhkan pengakuan lebih lanjut akan kompetensinya).
Setelah informasi didapat dan disimpulkan, pengurus HPI berkonsultasi ke Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan memperoleh informasi bahwa program sertifikasi tidak boleh diselenggarakan oleh asosiasi profesi langsung, melainkan harus oleh badan independen. Oleh karena itulah, Ketua HPI melalui Surat Keputusan Istimewa/01/01/Feb/2010 tertanggal 1 Februari 2010 memutuskan untuk mendirikian Komite Kempetensi dan Sertifikasi HPI (KKS) yang diketuai oleh Bapak Hendarto Setiadi sendiri. Ketua KKS kemudian melalui Surat Keputusan KKS/01/01/Feb/2010 tanggal 1 Feb/2010 memutuskan mendirikan (a) Panitia TSN Penerjemah dan melalui Surat Keputusan KKS/02/01/Feb/2010 dengan tanggal yang sama mendirikain (b) Panitia TSN Juru Bahasa.
Secara tenis KKS ini mendapat mandat dan kewenangan dari HPI untuk menyelenggarakan Tes Sertikasi Nasional bagi anggota HPI. Surat Keputusan Istimewa/01/01/Feb/2010 tersebut, menetapkan antara lain bahwa masa tugas KKS adalah 5 (lima) tahun sejak dibentuknya dan bahwa KKS bertanggung jawab dan melapor kepada Ketua Himpinan Penerjemah Indonesia.
Selanjutnya Pak Hendarto menjelaskan bahwa TSN merupakan uji kompetensi bagi para penerjemah yang telah menjadi anggota penuh HPI, baik yang berdomisili di Jakarta maupun luar Jakarta, dan diadakan 2 kali dalam setahun. Pelaksanaan TSN di luar Jakarta dimungkinkan selama di daerah bersangkutan sudah ada Komisariat Daerah (Komda) HPI dan pihak Komda bersedia bekerja sama dalam penyelengaraan ujian tersebut.
Mengenai pasangan bahasa yang diuji, Pak Hendarto menjelaskan bahwa sampai saat ini, mereka masih memprioritaskan penyelenggaraan ujian untuk pasangan bahasa Inggris-Indonesia dan sebaliknya. Ujian untuk bahasa selain Inggris akan dilakukan apabila ada banyak peminat dari para anggota HPI. Penyelenggaraan ujian bisa ditunda jika jumlah minimum peserta (20 orang) tidak tercapai. Dan bila dana yang masuk tidak mencukupi untuk penyelenggaraan ujian, maka ujian tetap akan diselenggarakan dengan mengambil dana dari kas HPI.
Berikut adalah keterangan mengenai TSN yang saya salin dari lembar presentasi pembicara:
Materi yang diujikan:
1. Teks wajib (umum) yang terdiri atas 300 kata dengan waktu mengerjakan selama 1 jam
2. Teks pilihan (bidang teknologi, bisnis, sastra, sains, ilmu sosial, dan hukum) yang terdiri dari 600 kata dengan waktu mengerjakan 2,5 jam
3. Kode Etik yang merupakan soal esai dengan waktu mengerjakan 30 menit.
Persyaratan yang harus dipenuhi peserta selama ujian:
1. Tidak menggunakan laptop dan alat elektronik lain (termasuk kamus digital dan telepon genggam)
2. Mengerjakan ujian dengan tulisan tangan
3. Boleh membawa kamus serta materi pendukung dalam bentuk cetak.
Sementara itu, kriteria penilaian ujian adalah sebagai berikut:
1. Pemahaman terhadap teks, akurasi, dan ragam bahasa yang digunakan
2. Tata bahasa dan susunan kalimat yang digunakan
3. Ejaan, tanda baca, nama, angka, tanggal, dan sebagainya
4. Kelengkapan teks yang diterjemahkan. Bila ada bagian-bagian dari teks sumber yang tidak diterjemahkan dan jumlah 5 (lima) persen atau lebih dari teks sumber, maka peserta dianggap gagal.
Mengenai tim penilai ujian:
1. Terdiri dari 3 orang tenaga ahli untuk masing-masing pasangan bahasa
2. Berprofesi sebagai akademisi dan/atau praktisi
3. Berkompeten dan berpengalaman
4. Bukan anggota KKS
5. Nama penilai atau penguji tidak diumumkan
Status kelulusan:
1. Yang diumumkan hanya status “lulus†dan “tidak lulusâ€, nilai ujian tidak diumumkan
2. Status kelulusan diumumkan melalui surel secara pribadi kepada peserta ujian paling lambat 6 minggu setelah penyelenggaraan ujian
3. Mereka yang lulus mendapat sertifikat dan kartu TSN yang berlaku selama 5 (lima)
4. Setelah 5 tahun, Kartu TSN dapat diperbaharui apabila peserta masih bekerja sebagai penerjemah dan masih menjadi anggota HPI aktif.
Selain itu dijelaskan pula bahwa lembar jawaban menjadi milik KKS dan tidak diadakan pembahasan mengenai hasil TSN. Peserta yang belum berhasil lulus, dipersilakan mengikuti ujian TSN berikutnya dengan mengikuti semua persyaratan (termasuk biaya administrasi) secara penuh.
Dan informasi terakhir yang paling penting adalah bahwa TSN Penerjemah berikutnya akan diselenggarakan pada hari Sabtu, tanggal 24 November pukul 08.00 – 13.00 WIB di PDS H.B. Jassin Taman Ismail Marzuki. Biaya ujian adalah 1 juta rupiah per peserta untuk satu pasangan bahasa. Pendaftaran dibuka sejak diadakannya Komp@k HPI tanggal 20 Oktober ini.
Akhirnya, diskusi ditutup dengan banyak pertanyaan dari peserta. Semua pertanyaan bernada antusias dan kritis dan dijawab secara bergantian oleh Pak Hendarto, Bu Emma dan Pak Eddie.
Seperti biasa, di setiap acara HPI, selalu ada kejutan. Begitu pula kali ini, ada kejutan untuk 3 orang anggota HPI yang berulang tahun di bulan Oktober, yaitu Ibu Sofia Mansoor, Ibu Dita Wibisono, dan Pak Adrian Prasetya. Cheesecake dan rainbow cake dikeluarkan yang disediakan oleh panitia Komp@k. Acara tiup lilin dan potong kue bersama yang meriah pun menutup acara HPI kali ini.
Sampai jumpa lagi di Komp@k HPI berikutnya!
Mila K. Kamil
Â
9 comments
Mila, membaca lapantamu membuatku merasa tidak tertinggal satu informasi pun, luar biasa apik. Terima kasih 🙂
Makasih Epitam…. *peluk*
Yang perlu digaris bawahi adalah bahwa TSN ini merupakan uji kompetensi bagi para penerjemah yang telah menjadi anggota penuh HPI. Jadi tidak semua penerjemah bisa mengikuti TSN.
Menyesal, Temu Kompak yang diadakan, bertepatan dengan tugasku ke Cirebon. Sampai jumpa di temu-temu yang lainnya.
“Semoga Sukses untuk Para Peserta TSN 2012″…..Dan semoga TSN bisa semakin baik guna mengakomodir kebutuhan pasar akan Penerjemah berkualitas. Terima kasih, HPI!
Seperti biasa, sangat sarat informasi, brava, Mila! Tapiii, di potret ini, Pakde kok sembunyi yaaa… mungkin karena ini sebetulnya bukan foto “resmi”, hehehe… Don’t worry, be HPI!