HPI » Berita » Lapanta Ruang Berbagi HPI Januari 2025

Lapanta Ruang Berbagi HPI Januari 2025

by Infotek HPI
0 comment

Ruang Berbagi HPI, suatu acara berbagi ilmu dan wawasan khusus untuk anggota HPI yang telah ada sejak dua tahun sebelumnya, kembali hadir pada 2025!

Sesi perdana acara yang diampu Divisi Pengembangan Profesi HPI ini, pada 31 Januari 2025 (pukul 19-20 WIB), menghadirkan Bara Diska Putra Krisnanto alias Jonathan Bara sebagai narasumber dengan topik Pengelolaan Proyek Pelokalan (Localization Project Management) dalam webinar via Zoom Meeting berdurasi satu jam.

Bara, panggilan akrab Wakil Ketua HPI Komda DIY tersebut, adalah narasumber yang kompeten dan otoritatif karena ia Project Manager bersertifikat The Localization Institute dan juga Lead Translator pada salah satu agensi penerjemahan internasional, RWS Group. Proyek-proyek pelokalan juga sudah ditanganinya sejak masih berkarier sebagai penerjemah tetap purnawaktu (inhouse translator) pada salah satu agensi penerjemahan di Daerah Istimewa Yogyakarta selepas lulus dari Fakultas Sastra Inggris Universitas Sanatha Dharma.

Dalam sesi Jumat malam yang dihadiri sekitar 100 anggota Himpunan Penerjemah Indonesia dan dimoderatori Ardian Wahyu Setiawan (Kepala Divisi Pengembangan Profesi) tersebut, Bara mengawali paparannya tentang konsep dasar pelokalan yakni proses mengadaptasikan produk atau konten sesuai pasar sasaran yang mempertimbangkan faktor budaya, linguistik, dan teknis. 

Mengenai faktor budaya dalam pelokalan, ada aspek adaptasi teks, gambar dan media lainnya agar sesuai dengan target audiens. Sementara penerjemahan, pengelolaan terminologi atau istilah dan penjaminan mutu linguistik adalah bagian dari faktor pertimbangan linguistik. Di sisi lain, ada aspek teknis yang perlu memastikan kesesuaian atau kompatibilitas dengan standar yang ada, termasuk peranti lunak (software) dan perangkat keras (hardware).

Dibahas juga tentang internationalization dan hyperlocalization, yang banyak menggunakan slang (kata gaul) dan idiom lokal dan melibatkan pemahaman mendalam tentang dialek lokal dan preferensi regional. Juga mengenai kerangka kerja Capability Maturity Model (CMM) dan berbagai model pengelolaan proyek pelokalan (agile, waterfall dan hybrid).

Terkait perencanaan proyek pelokalan, ada urutan aktivitas utama yakni pendefinisian ruang lingkup, penetapan rencana detail (jadwal, anggaran, sumber daya dan asesmen risiko), komunikasi dengan klien, dan seleksi tim (pembentukan tim penerjemah, editor dan Project Manager). 

Dalam hal teknik pelokalan (localization engineering), harus diperhatikan beberapa aktivitas utama yakni kajian internasionalisasi (menganalisis berkas sumber untuk isu internasionalisasi), pengujian pelokalan peranti lunak (melakukan pengujian menyeluruh atas peranti lunak yang dilokalkan guna memastikan fungsionalitas dan kualitas), dan perangkat dan teknologi pelokalan. Dalam aspek terakhir inilah, pentingnya peranan pemanfaatan CAT (Computer-Assisted Translation) Tools (Trados, MemSource, Wordfast dll), sistem pengelolaan pelokalan (Localization Management System/LMS), dan teknologi terkait lainnya. Contoh-contoh teknologi terkait lainnya seperti Jira, Asana, Trello, Monday,com (Project Management Software) atau MemSource, Smartling, Phrase, LSP (LMS).

Jangan dilupakan juga aspek Quality Assurance (QA) atau penjaminan mutu, yang antara lain kajian linguistik secara saksama guna memastikan keakuratan, kefasihan dan ketepatan budaya (Linguistic QA), pengujian pada pengguna untuk memperoleh masukan tentang efektivitas produk yang dilokalkan (Usability Testing), dan pengujian peranti lunak yang dilokalkan agar seluruh fitur dan fungsionalitasnya bekerja sesuai yang diharapkan (Functional QA).

Aspek terakhir yang tidak boleh dilewatkan dalam Pengelolaan Proyek Pelokalan adalah Project Delivery & Support, berupa penyampaian produk atau konten sesuai jadwal dan spesifikasi yang disepakati (Deliverables), dukungan berkelanjutan untuk klien, termasuk menjawab pertanyaan atau mengatasi masalah atau isu pasca-penyampaian produk atau konten (Client Support), dan kajian pasca-proyek guna menganalisis kinerja proyek, mengidentifikasi bidang apa yang perlu ditingkatkan, dan mendokumentasikan hasil kajian (Project Retrospectives).

Dalam sesi ruang tanya jawab yang kian membara dengan banyaknya pertanyaan-pertanyaan peserta, Bara menyampaikan tentang faktor Unique Value Proposition (UVP), yang inti pokoknya berupa self-branding (penjenamaan diri) agar keberadaan kita bisa diidentifikasi atau dikenali klien atau calon klien atau pengguna jasa. Karena sekadar menyediakan jasa dengan cepat, akurat dan secara tepercaya itu bukan promosi self-branding, tapi suatu kewajiban seorang linguis atau penerjemah. Integritas dan kualitas penyampaian produk atau hasil kerja itu yang terutama, yang bahkan mengalahkan jam terbang atau pengalaman. Alhasil, dalam konteks ini, Quality Assurance menjadi hal wajib yang tidak bisa ditawar.

Elemen UVP berikutnya adalah find the right client dan win client’s heart, karena kita baru berharga di mata orang yang menghargai kita dan memenangkan hati klien tidak hanya sekadar melunasi kewajiban (selesaikan tugas dan serahkan), tapi juga melakukan pendekatan secara emosional dan psikologis agar klien merasa nyaman dengan sokongan kita pasca-proyek atau selepas rampungngnya pekerjaan.

Durasi Ruang Berbagi HPI yang hanya satu jam tentu saja tidak bisa menampung lebih banyak pertanyaan terkait materi pelokalan yang disampaikan narasumber. Alhasil, Jonathan Bara akan kembali tampil membawakan materi pelokalan, yang disebut extended version, dalam acara Webinar Bulanan HPI pada Sabtu, 8 Maret 2025 pukul 9-11 WIB.

You may also like

Silakan Komentar Anda

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.